PERUBAHAN MAKNA DALAM BUKU RAGAM BAHASA BAKU DAN TIDAK BAKU.doc

    Monday, April 9, 2012
    PERUBAHAN MAKNA DALAM  BUKU RAGAM
    BAHASA BAKU DAN TIDAK BAKU

    PERUBAHAN MAKNA DALAM  BUKU RAGAM BAHASA BAKU DAN TIDAK BAKU.doc


    I. PENDAHULUAN

    A. Latar  Belakang Masalah
    Bahasa merupakan salah satu alat untuk mengadakan interaksi terhadap manusia yang lain. Jadi bahasa tersebut tidak dapat dipisahkan dengan manusia. Dengan adanya bahasa kita kita dapat berhubungan dengan masyarakat lain yang akhirnya melahirkan komunikasi dalam masyarakat.
    Bahasa Indonesia mempunyai sebuah aturan yang baku dalam pengguanaanya, namun dalam prakteknya sering terjadi penyimpangan dari aturan yang baku tersebut. Kata-kata yang menyimpang disebut kata non baku. Hal ini terjadi salah satu penyebabnya adalah faktor lingkungan. Faktor ini mengakibabkan daerah yang satu berdialek berbeda dengan dialek didaerah yang lain, walaupun bahasa yang digunakannya terhadap bahasa Indonesia.
    Saat kita mempergunakan bahasa Indonesia perlu diperhatikan dan kesempatan. Misalnya kapan kita mempunyai ragam bahasa baku dipakai apabila pada situasi resmi, ilmiah. Tetapai ragam bahasa non baku dipakai pada situas santai dengan keluarga, teman, dan di pasar, tulisan pribadi, buku harian. Ragam bahasa non baku sama dengan bahasa tutur, yaitu bahasa yang dipakai dalam pergaulan sehari-hari terutama dalam percakapan.
    Sejalan dengan berkembangnya zaman perkembangan bahasa pun juga ikut berkembang dan mengalami pergeseran-pergeseran makna. Pergeseran makna bahasa memang tidak dapat dihindari. Atas dasar itu, tidak mengherankan dalam beberapa tahun terakhir ini di Indonesia muncul berbagai kata yang memiliki banyak makna baru. Meskipun demikian makna yang melekat terlebih dahulu tidak merta begitu saja.
    Perubahan makna suatu kata yang terjadi, terkadang hampir tidak disadari oleh pengguna bahasa itu sendiri atau oleh masyarakat, salah satunya yaitu dalam proses pembelajaran di kelas-kelas. Oleh sebab itu penulis memilih meneliti penggunaan kalimat dalam proses pembelajaran dikelas. Dan penelitian ini berjudul “ANALISA PERUBAHAN MAKNA DALAM  BUKU RAGAM BAHASA BAKU DAN TIDAK BAKU”

    B. Rumusan Masalah
    Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah penelitian ini adalah
    1.Bagaimanakah analisis perubahan makna dalam buku ragam bahasa baku dan tidak baku?

    C.Tujuan dan Manfaat Penelitian
    1. Tujuan Penelitian
    Dalam rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
    1.Mendeskripsikan perubahan makna kalimat  dalam  buku ragam bahasa baku dan tidak baku.
    2. Manfaat Penelitian
    Adapun manfaat yang diperoleh baik secara praktis diantaranya:
    Manfaat Praktis 
    a. Bagi mahasiswa memperdalam pemahaman perubahan makna dalam kalimat dalam  proses pembelajaran 
    b. Bagi peneliti lain sebagai sumber informasi pengetauan mengenai pemakaian kalimat yang benar dan baku tanpa merubah makna yang dimaksud.

    II. KAJIAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

    A. KAJIAN TEORI

    1. BAHASA BAKU
    Bahasa tutur mempunyai sifat yang khas yaitu:
    a. Bentuk kalimatnya sederhana, singkat, kurang lengkap, tidak banyak menggunakan kata penghubung.
    b. Menggunakan kata-kata yang biasa dan lazim dipakai sehari-hari.
    Contoh: bilang, bikin, pergi, biarin.
    Didalam bahasa tutur, lagu kalimat memegang peranan penting, tanpa bantuan lagu kalimat sering orang mengalami kesulitan dalam memahami bahasa tutur.

    2. CIRI-CIRI BAHASA BAKU
    Yang dimaksud dengan bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang dijadikan pokok, yang diajukan dasar ukuran atau yang dijadikan standar.
    Ragam bahasa ini lazim digunakan dalam:
    1. Komunikasi resmi, yakni dalam surat menyurat resmi, surat menyurat dinas, pengumuman-pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi resmi, perundang-undangan, penamaan dan peristilahan resmi, dan sebagainya.
    2. Wacan teknis seperti dalam laporan resmi, karang ilmiah, buku pelajaran, dan sebagainya.
    3. Pembicaraan didepan umum, seperti dalam ceramah, kuliah, pidato dan sebagainya.
    4. Pembicaraan dengan orang yang dihormati dan sebagainya. Pemakaian (1) dan (2) didukung oleh bahasa baku tertulis, sedangkan pemakaian (3) dan (4) didukung oleh ragam bahasa lisan.

    3.  BAHASA LISAN 
    1.     Pengertian Bahasa Lisan
    Moeliono (Ed) (1988:6) mengungkapkan bahwa, ada dua ragam komunikasi yang digunakan manusia dalam aktivitas kegiatan berbahasa, ragam bahasa menurut sarananya lazim dibagi atas ragam lisan dan ragam tulisan. Penggunaan ragam bahasa lisan memiliki keuntungan, yaitu karena hadirnya peserta bicara sehingga apa yang mungkin tidak jelas dalam pembicaraan dapat dibantu dengan keadaan atau dapat langsung ditanyakan kepada pembicara.
    Berkaitan dengan ini, Pateda (1987: 63) menyebutkan bahwa ada empat alasan mengapa bahasa lisan itu penting dalam komunikasi, yaitu:
    (1) faktor kejelasan, karena pembicara menambahkan unsur lain berupa tekan dan gerak anggota badan agar pendengar mengerti apa yang dikatakannya, (2) faktor kecepatan, pembicara segera melihat reaksi pendengar terhadap apa yang dibicarakan, (3) dapat disesuaikan dengan situasi, artinya meskipun gelap orang masih bisa berkomunikasi, dan (4) faktor efisiensi, karena dengan bahasa lisan banyak yang dapat diungkapkan dalam waktu yang relatif singkat dan tenaga yang sedikit. Sebaliknya, berbeda halnya dengan penggunaan ragam bahasa tulisan.
    Apa yang tidak jelas dalam bahasa tulisan tidak dapat ditolong oleh situasi seperti bahasa lisan. Dalam bahasa lisan, apabila terjadi kesalahan, pada saat itu pula dapat dikoreksi, sedangkan dalam bahasa tulisan diperlukan keseksamaan yang lebih besar.
    Menurut Badudu(1985: 6), bahasa lisan lebih bebas bentuknya daripada bahasa tulisan karena faktor situasi yang memperjelas pengertian bahasa yang dituturkan oleh penutur, sedangkan dalam bahasa tulisan, situasi harus dinyatakan dengan kalimat-kalimat.  Di samping itu, bahasa lisan yang digunakan dalam tuturan dibantu pengertiannya, jika bahasa tutur itu kurang jelas oleh situasi, oleh gerak-gerak pembicara, dan oleh mimiknya. Dalam bahasa tulisan, alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan itu tidak ada.
    Dalam penggunaan bahasa lisan, meskipun kalimat yang diucapkan oleh seorang pembicara tidak lengkap, kita dapat menangkap maknanya dengan melihat lagu kalimat dan gerak-gerik kinesik lainnya. Dalam hal ini Uhlenbeck (dalam Teeuw, 1984: 27) menjelaskan bahwa keberhasilan komunikasi tidak tergantung pada efek sarana-sarana lingual saja, pemahaman pemakaian bahasa lisan adalah hasil permainan bersama yang subtil dari data pengetahuan lingual dan ekstralingual, dari informasi auditif, visual, dan kognitif.
    Gambaran karakteristik bahasa lisan sebagaimana telah diungkapkan oleh para ahli yang dimaksud yaitu:
    a. Kalimat bahasa lisan banyak yang kurang terstruktur ketimbang bahasa tulisan, yaitu:
    (1)bahasa lisan berisi beberapa kalimat tidak lengkap, bahkan sering urutan frasa-frasa sederhana, (2) bahasa lisan secara khusus memuat lebih sedikit kalimat subordinat, dan (3) dalam percakapan lisan, kalimat-kalimat pendek dapat diobservasi, dan biasanya berbentuk kalimat deklaratif aktif.
    b. Dalam bahasa tulisan terdapat seperangkat penanda metabahasa untuk menandai hubungan antar klausa (bahwa, ketika), juga, seperti, di samping itu, biarpun, selain itu, yang disebut logical connector. Dalam bahasa lisan, penggunaan susunan kalimat dihubungkan oleh dan tetapi, lalu, serta agak jarang jika
    c. Kalimat bahasa tulisan secara umum berstruktur Subjek–Predikat, sedangkan dalam bahasa lisan umumnya berstruktur topik komentar.
    d. Tuturan formal, peristiwa konstruksi pasif relatif jarang terjadi.
    e. Dalam obrolan akrab, penutur dapat mempercayakan petunjuk pandangan untuk membantu suatu acuan.
    f. Penutur dapat menjaring ekspresi lawan bicara.
    g. Penutur sering mengulangi beberapa bentuk kalimat.
    h. Penutur sering menghasilkan sejumlah pengisi (filter), misalkan, baiklah, saya pikir, engkau tahu, tentu, juga (Brown dalam Yule, 1983: 12).
    2.      Penggunaan Bahasa Ragam Lisan
    Berbicara tentang penggunaan bahasa, tentunya tidak terlepas dari penutur-penutur bahasa itu atau orang yang menggunakan bahasa dalam kehidupan bermasyarakat. Penutur-penutur bahasa itu dalam proses sosialisasinya dapat berfungsi sebagai pembicara, penulis, pembaca, atau penyimak. Penyimak dan pembaca dalam hal proses berbahasa berfungsi sebagai penerima, sedangkan pembicara dan penulis berfungsi sebagai orang yang memproduksi bahasa.
    Komunikasi antara pembicara dan pendengar atau penulis dengan pembaca dapat berjalan lancar, apabila di antara kedua belah pihak terdapat dalam masyarakat bahasa yang sama. Dengan demikian, setiap bahasa memiliki seperangkat sistem, yaitu sistem bunyi bahasa, sistem gramatikal, tata makna, dan kosa kata. Perangkat sistem ini ada dalam benak penutur. Saussure memberinya istilah dengan langue, yaitu totalitas dari sekumpulan fakta satu bahasa. Istilah kompetensi diartikan sebagai “… the speaker hearers knowledge of his language …” (Aiwasilah, 1985: 4). Langue adalah sesuatu yang ada pada setiap individu, sama bagi semuanya dan berbeda di luar kemauan penyampainya. Langue adalah suatu sistem yang memiliki susunan sendiri. Langue merupakan norma dari segala pengungkapan bahasa. Berbeda halnya dengan penggunaan bahasa, karena penggunaan bahasa bersifat heterogen. Konsep penggunaan bahasa itu didasari teori Sassure, yaitu diistilahkan dengan parole. Parole adalah bahasa sebagaimana ia dipakai karena itu sangat bergantung pada faktor-faktor linguistik ekstern (Rahayu, 1988: 88).
    Setiap penutur dapat dikatakan terampil berbahasa apabila ia memiliki kompetensi atau langue dari bahasa yang dikuasainya. Keterampilan berbahasa pada umumnya jarang dikuasai penutur dengan sama baiknya. Ada penutur yang terampil berbicara, tetapi kurang terampil menulis dan begitu pula halnya dengan keterampilan yang lainnya. Namun, dengan pemakaiannya keterampilan penutur dalam menggunakan bahasa sesuai dengan sistem-sistem di atas, belumlah dapat dikatakan mampu berbahasa dengan baik.
    Rusyana (1984: 104) menjelaskan bahwa berbahasa dengan baik berarti bukan saja dapat menguasai struktur bahasa dengan baik, tetapi juga dapat memakainya secara serasi, sesuai pokok permasalahan, tokoh bicara, dan suasana pembicaraan. Untuk itu, setiap penutur harus menggunakan bahasa tersebut sesuai dengan situasi dan fungsinya.
    Kenyataan yang terjadi di masyarakat adalah bahwa bahasa itu terdiri dari berbagai ragam, ada yang berhubungan dengan pemakaian bahasa, ada pula yang berhubungan dengan pemakaiannya. Dalam hal ini Fishman (1972 : 149) membedakan variasi bahasa tersebut menurut penuturnya, yang disebut dengan dialek, dan variasi bahasa menurut penggunaannya disebut dengan istilah register.
    Untuk mengetahui ragam bahasa apa yang dipakai oleh seseorang kita dapat mengenalnya melalui (1) pilihan kata atau leksis, (2) fonologi, (3) morfologi, (4) sintaksis, dan (5) intonasi (Badudu, 1991: 85). Sejalan dengan pendapat tersebut, Nababan (1984: 22) menjelaskan bahwa setiap bahasa memiliki banyak ragam, yang dipakai dalam keadaan atau keperluan/tujuan yang berbeda-beda. Ragam-ragam itu menunjukan perbedaan struktural dalam unsur-unsurnya. Perbedaan struktural ini berbentuk ucapan, intonasi, morfologi, identitas kata-kata, dan sintaksis.
    3.      Pelafalan
    Masyarakat Indonesia terdiri dari beratus-ratus suku, dan masing-masing suku memiliki bahasa daerah. Bahasa daerah tersebut dipergunakan masyarakat sebagai sarana komunikasi antar suku, dan juga dipergunakan di lingkunagn keluarga. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan kalau bahasa daerah tersebut sudah menyatu dengan kehidupan masyarakat di Indonesia. Badudu (1985: 12) mengatakan bahwa tidak seorang pun yang dapat melepaskan diri dari pengaruh itu seratus persen.Badudu menjelaskan bahwa yang sering sukar dihindari adalah pengaruh lafal bahasa daerah, karena lidah penutur yang sudah “terbentuk” sejak kecil oleh lafal bahasa daerahnya.
    Bila seseorang dalam berbahasa lisan terdengar bahasa daerahnya, maka lafalnya tergolong lafal nonbaku. Bila seseorang dalam berbahasa Indonesia tidak terdengar lafal bahasa daerahnya, maka lafalnya digolongkan pada bahasa baku. Badudu menjelaskan, “Lafal bahasa Indonesia baku adalah lafal yang tidak memperdengarkan warna lafal bahasa dialek, juga tidak memperdengarkan warna lafal bahasa asing seperti bahasa Belanda, Inggris atau Arab (1980: 115. Soemantri (1987: 11) mengatakan bahwa lafal bahasa Indonesia yang standar adalah tuturan bahasa Indonesia yang tidak terlalu menonjol ciri lafal daerahnya.

    B. TINJAUAN PUSTAKA
    Tinjauan pustaka adalah kajian secara kritis terhadap kajian terdahulu hingga diketahui perbedaan yang khas antara kajian terdahulu dengan kajian yang akan penulis lakukan. Penelitian mengenai analisis perubahan makna ataupun kesalahan pemakaian kalimat yang terdapat dalam masyarakat sering dilakukan. Untuk penelitian ini, peneliti mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Nurun Hihayah dari FKIP PBS Universitas Sebelas Maret dengan judul “ Analisis Kesalahan Kata Baku dan tidak Baku“ Tajuk Rencana” Surat Kabar Kompas (Edisi Januari 2000)”.
    Dari penelitian yang dilakukan oleh kelompok kami terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaan tersebut yaitu sama-sama menganalisis kesalahan kebahasaan yang ada di masyarakat. Sedangkan perbedaannya yaitu kesalahan kebahasaan dimaksud Nurun Nihayah yaitu kesalahan dalam pemakaian kata baku, sedangkan dalam penelitian ini peneliti merujuk pada kesalahan pemakaian kalimat.
    Peneliti dalam menganalisis perubahan makna bukan hanya mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Nurun Nihayah melainkan mengacu pada buku pedoman yaitu buku Pengantar Semantik Bahasa Indonesia karya Abdul Chaer dan Buku Bahasa Indonesia dalam Masyarakat “Telah Semantik” karya Abdul Chaer dengan penerbit Rineka Cipta.
    Dengan ketiga acuan pustaka di atas mempermudah peneliti untuk lebih mendeskripsikan perubahan-perubahan makna dalam penggunaaan kalimat berpidato.

    III. METODE PENELITIAN
     Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan data penelitian (Arikunto, 2006 : 136). Dalam hal ini dipaparkan objek penelitian, fokus penelitian, sumber penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

    A. OBJEK PENELITIAN
    Objek dalam penelitian ini adalah kalimat yang terdapat dalam buku ragam bahasa baku dan tidak baku.

    B. FOKUS PENELITIAN
    Penelitian ini difokuskan pada perubahan makna dan kesalahan penggunaan kalimat pada buku ragam bahasa baku dan tidak baku.

    C. METODE ANALISIS DATA
    Metode yang dihunakan dalam penelitian ini adalh metode agih. Metode agih adalah metode analisis bahasa yang alat penelitiannya justru dari bahasa yang bersangkutan sendiri.
    Teknil-teknik yang digunakan dari metode agih sebagai berikut :
    1. Teknik Lesap 
    Dilakukan dengan melesapkan (melepaskan, menghilangkan, menghapuskan, dan mengurangi) unsur tertentu satuan lingual yang bersangkutan.
    2. Teknik Ganti
    Teknik ganti merupakan teknik penggantian unsur satuan lingual data terhadap data yang lain.

    D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
    Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik observasi. Teknik observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan atau data yang dilakukan dengan pengamatan langsung dan pencatatan secara sistematis.

    IV. PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN
    A. PENYAJIAN DATA
    Data dalam penelitian ini adalah sejumlah kalimat yang akan diteliti yaitu kalimat dalam buku ragam bahasa baku dan tidak baku.

    B. PEMBAHASAN DATA
    1. Sudara ketua, para hadirin yang terhormat,
    Kalimat tersebut jelas salah, karena mengandung makna jamak. Kata para sudah menyatakan jamak, begitu juga kata hadirin, sudah mengandung makna semua orang yang hadir, oleh karena itu tidak perlu dijamakkan lagi dengan menempatkan kata peserta para.
     Kalimat yang benar adalah: saudara ketua, hadirin yang terhormat,…..

    2. Waktu kami menginjak klinik di bulan September… 
    Kalimat diatas jelas salah, karta majemuk tidak tepat diapaki seharusnya memasuki, kata perangkai “di” tidak boleh ditempatkan didepan kata tidak menunjukkan kata tempat, jadi diganti dengan pada. 
    Kalimat yang benar adalah: waktu kami memasuki klinik pada bulan September…..

    3. Berhubung beryangkitnya penyakit cacar perlu diambil tindakan…..
     Kalimat diatas salah, kata penghubung yang harus selalu diikuti oleh, dengan, dan dibelakang kata cacar lebih baik dibubui koma. 
    Jadi kalimat yang benar adalah: berhubung dengan berjangkitnya penyakit cacar, perlu diambil tindakan…..

    4. Atas perhatian saudara dihaturkan banyak terima kasih. 
    Kalimat diatas salah karena kata dihaturkan tidak ada dalam bahasa Indonesia, yang ada kata diucapkan selanjutnya kata banyak juga tidak dipakai, karena tidak lazim. 
    Jadi kalimat yang benar adalah: atas perhatian saudara diucapkan terima kasih…..

    5. Seluruh sekolah-sekolah yang ada dikota ini tidak menyenangi sistem ujian itu. Kalimat diatas salah. Kata seluruh sudah menunjukkan jamak. Jadi tidak perlu kata yang didepannya diulang, cukup seluruh sekolah. Selanjutnya kata depan di harus dipisahkan. Penulisan kata sisitim seharusnya sistem. 
    Jadi kalimat yang benar adalah seluruh skolah yang ada dikota ini tidak menyenangi sistem ujian itu.

    6. Seluruh anggauta perkumpulan itu harus hadlir pada jam 14.00 siang.
    Kalimat diatas salah.
    I. Penulisan anggauta seharusnya anggota.
    II. Penulisan hadlir seharusnya hadir (hiperkorek).
    III. Menunjukkan waktu dipakai kata yang tepat adalah pukul.
    Jadi kalimat yang benar adalah:
    Seluruh anggota perkumpulan itu harus hadir pukul 14.00..

    7. Sejak mulai dari hari Senen yang lalu sangat sedikit sekali perhatiannya dipelajaran itu.
    Kalimat diatas salah.
    I. Kata sejak, mulai, dan mencakup pengertian yang sama. Jadi pilih salah satu.
    II. Kata Senen adalah non baku, yang baku adalah Senin.
    III. Kata sangat, sekali mencakup pengertian yang sama.
    IV. Kata depan “di” pada kata dipelajari tidak tepat, seharusnya pada pelajaran.
    Jadi kalimat yang benar adalah:
    Sejak Senin yang lalu sangat sedikit perhatiannya pada pelajaran.
    Sejak Senin yang lalu sangat sedikit perhatiannya pada pelajaran itu.

    8. Saya sudah umumkan supaya setiap mahasiswa-mahasiswa datang besok hari
    Sabtu yang akan datang.
    Kalimat diatas salah.
    I. Saya sudah umumkan, bahasa yang non baku, tidak memakai pola frase verba.
    II. Kata setiap sudah menunjukkan jamak tidak perlu kata yang di depannya diulang.
    III. Kata besok tidak perlu, sebab membingungkan.
    Kalimat yang benar:
    Sudah saya umumkan supaya setiap mahasiswa datang hari Sabtu yang akan datang.

    9. Adalah sudah merupakan suatu kenyataan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan dan kesatuan resmi negara.
    Kalimat di atas salah.
    1. Ungkapan adalah sudah merupakan suatu kenyataan bahwa adalah ungkapan mubazir,tanpa ungkapan itu makna sudah jelas pembaca sudah memahaminya.
    Kalimat benar adalah:
    Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan dan bahasa resmi negara.

    10. Sebagaimana telah ditetapkan pekerjaan itu biasanya dilakkukan tiga kali seminggu.
    Kalimat diatas adalah salah.
    I. Penggunaan kata biasanya tidak perlu, karena makna kata itu sudah tersirat dalam ungkapan sebagaimam telah ditetapkan
    II. Penulisan kata se- Minggu non bakau, yang baku adalah seminggu. Kalimat yang benar adalah sebagaimana telah ditetapkan pekerjaan itu dilakukan tiga kali seminggu.

    V. SIMPULAN
    1. Bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang dijadikan pokok ajuan, yang dijadikan dasar ukuran atau yang dijadikan standar.
    2. Ragam bahasa baku bahasa Indonesia memang sulit untuk dijalankan, atau yang digunakan karena untuk memahaminay dibutuhkan daya nalar yang tinggi.
    3. Dengan menggunakan ragam bahasa baku, seseorang akan menaikkan
    prestisenya.


    VI. DAFTAR PUSTAKA
    Arifin, Zainal, E. 1985. Cermat Berbahasa Indonesia untuk perguruan tinggi. Jakarta:
    Antar Kota.
    --------------------. 1983. Inilah Bahasa Indonesia yang Baik Dan Benar. Jakarta.
    --------------------. 1993. Pembukaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Rhineka Cipta.
    Badudu, j.s. 1994. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Bhrata Media.
    Chaer, abdul. 1989. Tata Bahasa Indonesia. Ende Flores: Nusa Indah.
    Keraf, Gorys. 1992. Tanya Jawab Ejaan Bahasa Indonesia Untuk Umum. Jakarat: PT.
    Gramedia Pustaka Utama.
    Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1979. Pedoman Umum Ejaan yang
    Disempurnakan. Jakarta: Balai Pustaka.
    http://anaksastra.blogspot.com/2009/03/analisis-bahasa-baku-dan-non-baku-dalam.html


    key word : bahasa baku, bahasa tidak baku, download makalah bahasa indonesia baku dan tidak baku.

    Jual Kamboja Kering Dan Basah

    Pohon kamboja, khususnya kamboja berbunga putih (Plumeira alba), masih dipandang sebelah mata. Sebab, kebanyakan tanaman ini tumbuh di kuburan. Tidak jarang, orang menyebutnya sebagai bunga kuburan. Bunganya yang telah dikeringkan, lantas ditumbuk halus, banyak dipakai sebagai bahan baku wewangian, kosmetik, industri kerajinan dupa, spa, serta teh herbal. Untuk harga perkilo, kami tidak mematok harga paten dikarenakan harga yang tidak stabil dan berubah sewaktu-waktu. Jika anda berminat, silahkan hubungi kami atau jika anda ada di Banjarmasin, bisa datang langsung ke tempat kami.
    Dikirim oleh : Kamboja Kering, banjarmasin, 081334232727 | Kunjungi Website

    Dijual Rumah ada sarang Walet-Tulungagung

    Dijual Rumah Murah ada sarang Walet lengkap Dengan Instalasi Speaker, lb 90m2 sarang walet 3x7m diatas ada kolam, rumah monyet untuk walet 2x2m. Harga 175juta tanpa perantara Bila ada yang berminat langsung hubungi kami
    Dikirim oleh : Rumah Murah, Bangoan kedungwaru Tulungagung, 081351015777 | Kunjungi Website